31 Des 2009

Subhanallah


Sebuah kisah nyata yang terjadi di negerinya Paman Sam. Patut kita ambil hikmahnya, diantaranya :

1. Kebenaran Islam yang nyata,
2. Sangat beratnya timbangan kalimat syahadat,
3. Pentingnya bagi pemuda Muslim untuk menuntut ilmu,
4. Dsb.

Simak saja kisahnya… Satu gereja masuk Islam benarkah? Semoga ALLAH mengijinkan kita menjadi pemuda seperti beliau, Amiiin….. Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika Rabu, 22 Februari 06 Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika.Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani.Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam. Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gerejayang terdapat di kampung tersebut.Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan, namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka.
Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.” Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, “Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Kemudian ia beranjak hendak keluar, namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. Sang pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat.” Si pemuda tersenyum dan berkata, “Silahkan! Sang pendeta pun mulai bertanya,

a.
Sebutkan satu yang tiada duanya,
b. dua yang tiada tiganya,
c. tiga yang tiada empatnya,
d. empat yang tiada limanya,
e. lima yang tiada enamnya,
f. enam yang tiada tujuhnya,
g. tujuh yang tiada delapannya,
h. delapan yang tiada sembilannya,
i. sembilan yang tiada sepuluhnya,
j. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,
k. sebelas yang tiada dua belasnya,
l. dua belas yang tiada tiga belasnya,
m. tiga belas yang tiada empat belasnya.
n. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!
o. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?
p. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?
q. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyu- kainya?
r. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!
s. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?
t. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dar ibatu?
u. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!
v. Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?”


Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,

a. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.
b. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman, “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami).” (Al-Isra’:12) .
c. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.
d. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an.
e. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.
f. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah SWT menciptakan makhluk.
g. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk:3).
h. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman.
Allah SWT berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada dipenjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas(kepala) mereka.” (Al-Haqah: 17).
i. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang dan *
j. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: 160).
k. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf.
l. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’
Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air.” (Al-Baqarah: 60).
m. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.
n. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT ber-firman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. ” (At-Takwir:18).
o. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
p. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya,”Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami,lalu dia dimakan serigala.”
Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ” tak ada cercaaan ter-hadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
q. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19).
r. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.
s. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’: 69).
t. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).
u. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar.” (Yusuf: 2Cool.
v. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.


Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut.Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta.

Pemuda ini berkata, “APAKAH KUNCI SURGA ITU?” mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata, “Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya! “

Pendeta tersebut berkata, “Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah. “

Mereka menjawab, “Kami akan jamin keselamatan anda.”

Sang pendeta pun berkata, “Jawabannya ialah: ASHADU AN LA ILAHA ILLALLAH WA ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH.”

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. ALLAHU AKBAR! Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.** Subhanallah…!!


30 Des 2009

Gus Dur Meninggal


Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Presiden ke-empat bangsa itu pun telah menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat pada pukul 18.45 WIB, hari rabu tanggal 30 Desember 2009, di RSCM, bapak Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah meninggal dunia. Semoga semua amal ibadahnya diterima ALLAH SWT, amin.





DETIKNEWS


Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur wafat. Saat ini jenazah Gus Dur masih berada di RSCM.

"Innnalilahi wa inna Ilaihi rojiun telah meninggal dunia Kyai Haji Abdurrahman Wahid di RSCM. Al Fatihah," kata Bambang Susanto dalam statusnya di Facebook, Rabu (30/12/2009). Bambang Susanto merupakan asisten pribadi Gus Dur.

Saat dikonfirmasi detikcom, Bambang memang membenarkan bahwa Gus Dur meninggal dunia. "Iya benar. Sudah dulu ya mbak," kata Bambang saat dikonfirmasi. 
(fay/asy) 







29 Des 2009

Muhammad II Al-Fatih: Sang Penakluk Konstantinopel


Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Jika anda terkagum-kagum dengan penggambaran perang yang ketat antara Balian of Ibelin melawan Shalahudin Al-Ayyubi di film Kingdom of Heaven [resensi Priyadi], maka perang antara Constantine XI Paleologus dengan Muhammad Al-Fatih jauh lebih ketat, tidak hanya dalam hitungan hari tapi berminggu-minggu.
Sultan Muhammad II atau Mehmed Al-Fatih
Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.
Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.
Wilayah Konstantinopel
Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya Abu Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.
Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Salah satu peperangan Murad II di wilayah Balkan adalah melawan Vlad Dracul, seorang tokoh Crusader yang bengis dan sadis (Dracula karya Bram Stoker adalah terinsipirasi dari tokoh ini). Selama 800 tahun kegagalan selalu terjadi, hingga anak Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta Turki Utsmani.
Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan dua lapis– seluruh kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan banyak bala bantuan.
Constantine XI Paleologus
Hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II atau disebut juga Mehmed bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.
Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn.
29 Mei, setelah sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan.
Dan kini Hagia Sophia yang megah berubah fungsi menjadi museum.
Sumber: Alwi Alatas: Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel, Penerbit Zikrul Hakim, 2005

Siapakah Shalahuddin?


Shalahuddin dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin al-Ayyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Shalahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua-duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.
Asaduddin Sherkoh, seorang jenderal yang gagah berani, adalah komandan Angkatan Perang Syria yang telah memukul mundur tentara Salib baik di Syria maupun di Mesir. Sherkoh memasuki Mesir dalam bulan Februari 1167 Masehi untuk menghadapi perlawanan Shawer seorang menteri khalifah Fathimiyah yang menggabungkan diri dengan tentara Perancis. Serbuan Sherkoh yang gagah berani itu serta kemenangan akhir yang direbutnya dari Babain atas gabungan tentara Perancis dan Mesir itu menurut Michaud memperlihatkan kehebatan strategi tentara yang bernilai ringgi.
Ibnu Aziz AI Athir menulis tentang serbuan panglima Sherkoh ini sebagai berikut: “Belum pernah sejarah mencatat suatu peristiwa yang lebih dahsyat dari penghancuran tentara gabungan Mesir dan Perancis dari pantai Mesir, oleh hanya seribu pasukan berkuda”.
Pada tanggal 8 Januari 1169 M Sherkoh sampai di Kairo dan diangkat oleh Khalifah Fathimiyah sebagai Menteri dan Panglima Angkatan Perang Mesir. Tetapi sayang, Sherkoh tidak ditakdirkan untuk lama menikmati hasil perjuangannya. Dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah.
Sepeninggal Sherkoh, keponakannya Shalahuddin al-Ayyubi diangkat jadi Perdana Menteri Mesir. Tak seberapa lama ia telah disenangi oleh rakyat Mesir karena sifat-sifatnya yang pemurah dan adil bijaksana itu. Pada saat khalifah berpulang ke rahmatullah, Shalahuddin telah menjadi penguasa yang sesungguhnya di Mesir.
Di Syria, Nuruddin Mahmud yang termasyhur itu meninggal dunia pada tahun 1174 Masehi dan digantikan oleh putranya yang berumur 11 tahun bernama Malikus Saleh. Sultan muda ini diperalat oleh pejabat tinggi yang mengelilinginya terutama (khususnya) Gumushtagin. Shalahuddin mengirimkan utusan kepada Malikus Saleh dengan menawarkan jasa baktinya dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama raja itu dalam khotbah-khotbah Jumatnya dan mata uangnya. Tetapi segala macam bentuk perhatian ini tidak mendapat tanggapan dari raja muda itu berserta segenap pejabat di sekelilingnya yang penuh ambisi itu. Suasana yang meliputi kerajaan ini sekali lagi memberi angin kepada tentara Salib, yang selama ini dapat ditahan oleh Nuruddin Mahmud dan panglimanya yang gagah berani, Jenderal Sherkoh.
Atas nasihat Gumushtagin, Malikus Saleh mengundurkan diri ke kota Aleppo, dengan meninggalkan Damaskus diserbu oleh tentara Perancis. Tentara Salib dengan segera menduduki ibukota kerajaan itu, dan hanya bersedia untuk menghancurkan kota itu setelah menerima uang tebusan yang sangat besar. Peristiwa itu menimbulkan amarah Shalahuddin al-Ayyubi yang segera ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali kota itu.
Setelah ia berhasil menduduki Damaskus dia tidak terus memasuki istana rajanya Nuruddin Mahmud, melainkan bertempat di rumah orang tuanya. Umat Islam sebaliknya sangat kecewa akan tingkah laku Malikus Saleh. dan mengajukan tuntutan kepada Shalahuddin untuk memerintah daerah mereka. Tetapi Shalahuddin hanya mau memerintah atas nama raja muda Malikus Saleh. Ketika Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi, kekuasaan Shalahuddin telah diakui oleh semua raja-raja di Asia Barat.
Diadakanlah gencatan senjata antara Sultan Shalahuddin dan tentara Perancis di Palestina, tetapi menurut ahli sejarah Perancis Michaud: “Kaum Muslimin memegang teguh perjanjiannya, sedangkan golongan Nasrani memberi isyarat untuk memulai lagi peperangan.” Berlawanan dengan syarat-syarat gencatan senjata, penguasa Nasrani Renanud atau Reginald dari Castillon menyerang suatu kafilah Muslim yang lewat di dekat istananya, membunuh sejumlah anggotanya dan merampas harta bendanya.
Lantaran peristiwa itu Sultan sekarang bebas untuk bertindak. Dengan siasat perang yang tangkas Sultan Shalahuddin mengurung pasukan musuh yang kuat itu di dekat bukit Hittin pada tahun 1187 M serta menghancurkannya dengan kerugian yang amat besar. Sultan tidak memberikan kesempatan lagi kepada tentara Nasrani untuk menyusun kekuatan kembali dan melanjutkan serangannya setelah kemenangan di bukit Hittin. Dalam waktu yang sangat singkat dia telah dapat merebut kembali sejumlah kota yang diduduki kaum Nasrani, termasuk kota-kota Naplus, Jericho, Ramlah, Caosorea, Arsuf, Jaffa dan Beirut. Demikian juga Ascalon telah dapat diduduki Shalahuddin sehabis pertempuran yang singkat yang diselesaikan dengan syarat-syarat yang sangat ringan oleh Sultan yang berhati mulia itu.
Seize of Jerussalem in "Kingdom of Heaven"
Seize of Jerussalem in "Kingdom of Heaven"
Sekarang Shalahuddin menghadapkan perhatian sepenuhnya terhadap kota Jerusalem yang diduduki tentara Salib dengan kekuatan melebihi enam puluh ribu prajurit. Ternyata tentara salib ini tidak sanggup menahan serbuan pasukan Sultan dan menyerah pada tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam memperlakukan tentara Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan perlakuan dan pembunuhan secara besar-besaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib sekitar satu abad sebelumnya.
Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi, kaum Muslimin dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah kediaman. Jerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan tak kurang pula yang masuk masjid. Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat. mengulangl lagi tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu kaum pengungsi yang lari tunggang langgang. Di tengah-tengah kekacaubalauan kaum peenyerbu itu yang terdengar hanyalah erangan dan teriakan maut. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d’ Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda prajurit.
Penyembelihan manusia biadab ini berhenti sejenak, ketika tentara Salib berkumpul untuk melakukan misa syukur atas kemenangan yang telah mereka peroleh. Tetapi setelah beribadah itu, mereka melanjutkan kebiadaban dengan keganasan. “Semua tawanan,” kata Michaud,” yang tertolong nasibnya karena kelelahan tentara Salib yang semula tertolong karena mengharapkan diganti dengan uang tebusan yang besar, semua dibunuh dengan tanpa ampun. Kaum Muslimin terpaksa menjatuhkan diri mereka dari menara dan rumah kediaman; mereka dibakar hidup-hidup, mereka diseret dari tempat persembunyiannya di bawah tanah; mereka dipancing dari tempat perlindungannya agar keluar untuk dibunuh di atas timbunan mayat.”
Cucuran air mata kaum wanita, pekikan anak-anak yang tak bersalah, bahkan juga kenangan dari tempat di mana Nabi lsa memaafkan algojo-algojonya, tidak dapat meredakan nafsu angkara tentara yang menang itu. Penyembelihan kejam itu berlangsung selama seminggu. Dan sejumlah kecil yang dapat melarikan diri dari pembunuhan jatuh menjadi budak yang hina dina.
Seorang ahli sejarah Barat, Mill menambahkan pula: “Telah diputuskan, bahwa kaum Muslimin tidak boleh diberi ampun. Rakyat yang ditaklukkan oleh karena itu harus diseret ke tempat-tempat umum untuk dibunuh hidup-hidup. Ibu-ibu dengan anak yang melengket pada buah dadanya, anak-anak laki-laki dan perempuan, seluruhnya disembelih. Lapangan-Iapangan kota, jalan-jalan raya, bahkan pelosok-pelosok Jerusalem yang sepi telah dipenuhi oleh bangkai-bangkai mayat laki-laki dan perempuan, dan anggota tubuh anak-anak. Tiada hati yang menaruh belas kasih atau teringat untuk berbuat kebajikan.”
Demikianlah rangkaian riwayat pembantaian secara masal kaum Muslimin di Jerusalem sekira satu abad sebelum Sultan Shalahuddin merebut kembali kota suci, di mana lebih dari tujuh puluh ribu umat Islam yang tewas.
Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan. Sejumlah kaum wanita Nasrani dengan mendukung anak-anak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh tangis seraya berkata: “Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anak-anak perempuan para prajurit yang telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selama-lamanya. Para prajurit itu adalah tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran hidup.”
Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum wanita Nasrani itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya. Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Jerusalem dalam tangan tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.
Para pelarian Nasrani dari kota Jerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kota-kota yang dikuasai kaum Nasrani. “Banyak kaum Nasrani yang meninggalkan Jerusalem,” kata Mill,” pergi menuju Antioch, tetapi panglima Nasrani Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mcreka, bahkan merampasi harta benda mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik.” Michaud memberikan keterangan yang panjang lebar tentang sikap kaum Nasrani yang tak berperikemanusiaan ini terhadap para pelarian Nasrani dari Jerusalem. “Tripoli menutup pintu kotanya dari pengungsi ini,” kata Michaud. “Seorang wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Nasrani yang menolak untuk memberikan pertolongan kepadanya,” kata Michaud. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang rasa terhadap kaum Nasrani yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak memasuki Jerusalem sebelum mereka meninggalkannya.
Dari Jerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib yang tidak tahu berterima kasih terhadap Sultan Shalahuddin yang telah mengampuninya di Jerusalem, menyusun kekuatan kembali untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah pangeran Nasrani yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.
Jatuhnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin menimbulkan kegusaran besar di kalangan dunia Nasrani. Sehingga mereka segera mengirimkan bala bantuan dari seluruh pelosok Eropa. Kaisar Jerman dan Perancis serta raja Inggris Richard Lion Heart segera berangkat dengan pasukan yang besar untuk merebut tanah suci dari tangan kaum Muslimin. Mereka mengepung kota Akkra yang tidak dapat direbut selama berapa bulan. Dalam sejumlah pertempuran terbuka, tentara Salib mengalami kekalahan dengan meninggalkan korban yang cukup besar.
Sekarang yang harus dihadapi Sultan Shalahuddin ialah berupa pasukan gabungan dari Eropa. Bala bantuan tentara Salib mengalir ke arah kota suci tanpa putus-putusnya, dan sungguh pun kekalahan dialami mereka secara bertubi-tubi, namun demikian tentara Salib ini jumlah semakin besar juga. Kota Akkra yang dibela tentara Islam berbulan-bulan lamanya menghadapi tentara pilihan dari Eropa, akhirnya karena kehabisan bahan makanan terpaksa menyerah kepada musuh dengan syarat yang disetujui bersama secara khidmat, bahwa tidak akan dilakukan pembunuhan-pembunuhan dan bahwa mereka diharuskan membayar uang tebusan sejumlah 200.000 emas kepada pimpinan pasukan Salib. Karena kelambatan dalam suatu penyelesaian uang tebusan ini, Raja Richard Lionheart menyuruh membunuh kaum Muslimin yang tak berdaya itu dengan dan hati yang dingin di hadapan pandangan mata saudara sesama kaum Muslimin.
Perilaku Raja Inggris ini tentu saja sangat menusuk perasaan hati Sultan Shalahuddin. Dia bernadzar untuk menuntut bela atas darah kaum Muslimin yang tak bersalah itu. Dalam pertempuran yang berkecamuk sepanjang 150 mil garis pantai, Sultan Shalahuddin memberikan pukulan-pukulan yang berat terhadap tentara Salib.
Akhirnya Raja Inggris yang berhati singa itu mengajukan permintaan damai yang diterima oleh Sultan. Raja itu merasakan bahwa yang dihadapinya adalah seorang yang berkemauan baja dan tenaga yang tak terbatas serta menyadari betapa sia-sianya melanjutkan perjuangan terhadap orang yang demikian itu. Dalam bulan September 1192 Masehi dibuatlah perjanjian perdamaian. Tentara Salib itu meninggalkan tanah suci dengan ransel dengan barang-barangnya kembali menuju Eropa.
“Berakhirlah dengan demikian serbuan tentara Salib itu,” tulis Michaud,” di mana gabungan pasukan pilihan dari Barat merebut kemenangan tidak lebih daripada kejatuhan kota Akkra dan kehancuran kota Askalon. Dalam pertempuran itu Jerman kehilangan seorang kaisarnya yang besar beserta kehancuran tentara pilihannya. Lebih dari enam ratus ribu orang pasukan Salib mendarat di depan kota Akkra dan yang kembali pulang ke negerinya tidak lebih dari seratus ribu orang. Dapatlah dipahami mengapa Eropa dengan penuh kesedihan menerima hasil perjuangan tentara Salib itu, oleh karena yang turut dalam pertempuran terakhir adalah tentara pilihan. Bunga kesatria Barat yang menjadi kebanggaan Eropa telah turut dalam pertempuran ini.
Sultan Shalahuddin mengakhiri sisa-sisa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan membangun rumah sakit, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi serta masjid-masjid di seluruh daerah yang diperintahnya.
Tetapi sayang, dia tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Beberapa bulan kemudian dia pulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Maret tahun 1193. “Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa Ar-Rasyidin,” demikian tulis seorang penulis Islam. Kalangan Istana seluruh daerah kerajaan berikut seluruh umat Islam tenggelam dalam lautan duka nestapa. Seluruh isi kota mengikuti usungan jenazahnya ke kuburan dengan penuh kesedihan dan tangisan.
Demikianlah berakhirnya kehidupan Sultan Shalahuddin, seorang raja yang sangat dalam perikemanusiaannya dan tak ada tolok bandingannya, jiwa kepahlawanan yang dimilikinya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam pribadinya, Allah telah melimpahkan hati seorang Muslim yang penuh kasih sayang terhadap kemanusiaan dicampur dengan sangat harmonis dengan keperkasaan seorang genius dalam medan pertempuran. Utusan yang menyampaikan berita kematiannnya itu ke Baghdad membawa serta baju perangnya, kudanya, uang sebanyak satu dinar dan 36 dirham sebagai milik pribadinya yang masih ketinggalan. Orang yang hidup satu zaman dengannya, serta segenap ahli sejarah sama sependapat bahwa Sultan Shalahuddin adalah seorang yang sangat lemah lembut hatinya, ramah tamah, sabar, seorang sahabat yang baik dari kaum cendekiawan dan golongan ulama yang diperlakukannya dengan rasa hormat yang mendalam serta dengan penuh kebajikan. “Di Eropa,” tulis Philip K Hitti,” dia telah menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan kaum kesatria.”
Semoga Allah melapangkan kuburnya.
Disarikan dari:
1. Shalahuddin al-Ayyubi, oleh Kwaja Jamil Ahmad (Lihat: Suara Masjid No. 91, Jumadil Akhir-Rajab 1402 H/April 1982 M)
2. The Preaching of Islam, oleh Thomas W. Arnold.
NB:
- “Shalahuddin”, kadang ditulis dengan ejaan: Saladin (biasanya oleh Barat), Sholahuddin, atau Salahuddin.
(Sumber: http://www.hudzaifah.org/Article228.phtml)

Sultan Saladin, Pahlawan Islam di Perang Salib


Dia dikenal sebagai raja, panglima perang yang jago strategi, pemimpin umat, dan sekaligus sosok yang santun dan penuh toleransi. Banyak manuskrip yang mencatat “Saladin Sang Raja Mesir” (Saladin, King of Egypt) sebagai simbol kekuasaan Eropa. Namanya tidak bisa dilepaskan dari Sejarah Perang Salib yang membawa kejayaan Islam, namun tanpa menindas kaum Kristiani.
Sultan Saladin lahir dengan nama Salahidun Yusuf Ibn Ayyub di Tikrit, dekat Sungai Tigris dari sebuah keluarga Kurdi. Ia dikirim ke Damaskus, Suriah, untuk menimba ilmu. Selama sepuluh tahun ia berguru pada Nur ad-Din (Nureddin). Setelah berguru ilmu militer pada pamannya, seorang negarawan Seljuk dan pimpinan pasukan Shirkuh, ia dikirim ke Mesir untuk menghadang perlawanan Kalifah Fatimiyah tahun 1160. Ia sukses dengan misinya yang membuat pamannya duduk sebagai wakil di Mesir pada tahun yang sama. Saladin memperbaiki perekonomian Mesir, mengorganisasi ulang kekuatan militernya, dan mengikuti anjuran ayahnya untuk tidak memasuki area konflik dengan Nur ad Din. Sepeninggal Nur ad Din, barulah ia mulai serius memerangi kelompok Muslim sempalan dan pembrontak Kristen. Dia bergelar Sultan di Mesir dan menjadi pendiri Dinasti Ayyubi serta mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir.
Terlibat dalam Perang Salib
Dalam dua kesempatan, tahun 1171 dan 1173, Saladin diinvasi Kerajaan Kristen Jerusalem. Nur ad Din saat ini berniat membalas serangan. Namun Saladin berpendapat bahwa mereka harus kuat terlebih dulu. Sepeninggal Nur ad Din, Saladin menjadi penguasa Damaskus. Ia menikahi janda Nur ad Din dan menaklukkan dua kota penting Aleppo dan Mosul yang dulu selalu gagal ditaklukkan Nuraddin. Namun ia menjadi penguasa yang bersahaja. Sedapatnya, ia selalu menghindari pertumpahan darah, apalagi darah warga sipil. Saat menaklukkan Aleppo, 22 Mei 1176, nyawanya nyaris melayang karena usaha pembunuhan. Ia melakukan konsolidasi di Suriah sambil sebisa mungkin menjaga agar jangan sampai tumpah perang dengan pasukan salib sebesar apapun provokasi dari pasukan salib. Misalnya, ia masih belum bereaksi saat Raynald of Chatillon mengusik aktivitas perdagangan dan perjalanan ibadah haji di Laut Merah, wilayah yang menurut Saladin harus selalu menjadi wilayah bebas. Puncaknya adalah saat penyerangan terhadap rombongan karavan jamaah haji tahun 1185. Saladin meradang.
Juli 1187, Saladin menyerang Kerajaan Jerusalem dan terlibat dalam pertempuran Hattin. Ia berhasil mengeksekusi Raynald dan rajanya, Guy of Lusignan. Dia kembali ke Jerusalem 2 Oktober 1187, 88 tahun setelah kaum Salib berkuasa. Berbagai medan pertempuran dilaluinya, dengan satu pesan yang sama kepada pasukannya; minimalkan pertumpahan darah, jangan melukai wanita dan anak-anak. Perang Salib III menelan biaya yang tak sedikit dari kubu Kristen. Inggris mengucurkan dana bantuan yang dikenal dengan istilah ‘Saladin Tithe’ (Zakat melawan Saladin). Dalam satu pertempuran, ia berhadap-hadapan dengan King Richard I dari Inggris di medan perang Arsuf tahun 1191. Di luar perkiraan kedua pasukan, Saladin dan King Richard I saling berjabat tangan dan menghormat satu sama lain. Bahkan saat tahu pimpinan pasukan musuhnya itu sakit, Saladin menawarkan bantuan seorang dokter terbaik yang dimiliki Damaskus. Begitu juga saat tahu Richard kehilangan kuda tunggangannya, ia memberikan dua ekor sebagai gantinya. Di medan itu, keduanya sepakat berdamai. Bahkan adik Richard dinikahkan dengan saudara Saladin.
Tak lama setelah kepergian Richard, Saladin wafat pada tahun 1193 di Damaskus. Saat kotak penyimpanan harta Saladin dibuka, ahli warisnya tidak menemukan cukup uang untuk membiayai pemakamanannya: ia selalu mendermakan hartanya kepada kaum yang membutuhkan. Kini makamnya menjadi salah satu tempat tujuan wisata utama di Suriah. Nama Saladin harum di seantero dunia hingga kini. Bukan hanya kalangan Muslim, kalangan non-Muslim juga sangat menghormatinya. Satu yang dicatat dalam buku-buku sejarah: ketika pasukan Salib menyembelih semua Muslimin yang ditemui saat mereka menaklukkan Jerusalem, Saladin memberikan amnesti dan kebebasan bagi kaum Katolik Roma begitu ia menaklukkan Jerusalem.
Sultan Saladin
1138: Lahir di Tikrit, Irak, sebagai putra dari pimpinan kaum Kurdi, Ayub.
1152: Mulai pekerja sebagai pelayan pimpinan Suriah, Nureddin.
1164: Mulai menunjukkan pekiawaiannya dalam bidang strategi militer dan dalam perang melawan pasukan Salib di Palestina.
1169: Saladin menjadi orang kedua dalam kepemimpinan militer Suriah setelah pamannya, Shirkuh. Shirkuh menjadi wakil di Mesir namun meninggal 2 bulan kemudian. Ia menggantikannya. Namun karena kurang ada respons dan dukungan dari penguasa, ia kembali ke Kairo yang menjadi puas kekuatan Dinasti Ayyub.
1171: Saladin menekan penguasa Fatimi dan menjadi pemimpin Mesir dengan dukungan kekhalifahan Abbasiah. Namun tidak seperti Nureddin yang ingin sesegera menggempur pasukan Kristen, ia cenderung lebih menahan diri. Inilah yang membuat hubungan antar keduanya merenggang.
1174: Nureddin meninggal. Saladin menyususn kekuatan.
1175: The Syrian Assassin leader Rashideddin’ s men made two attempts on the life of Saladin, the leader of the Ayyubids. The second time, the Assassin came so close that wounds were infliceted upon Saladin.
1176: Saladin besieges the fortress of Masyaf, the stronghold of Rashideddin. After some weeks, Saladin suddenly withdraws, and leaves the Assassins in peace for the rest of his life. It is believed that he was exposed to a threat of having his entire family murdered.
1183: Penaklukan kota di utara Suriah, Aleppo.
1186: Penaklukan Mosul di utara Irak.
1187: Dengan kekuatan baru, menyerang Kerajaan Latin Jerusalem dengan pertempuran sengit selama 3 bulan.
1189: Perang Salib III meluas di Palestina setelah Jerusalem di bawah kontrol Saladin. (Lihat Film Versi Hollywood : Kingdom of Heaven)
1192: Menandatangani perjanjian dengan King Richard I dari Inggris yang membagi wilayah pesisir untuk Kaum Kristen dan Jerusalem untuk Kaum Muslim.
4 Maret 1193: Meninggal di Damaskus tidak lama setelah jatuh sakit.

Tokoh Katalis Kebangkitan Islam: Salahuddin Al-Ayyubi


Sebelum melihat dengan baik siapa Saladin ini mari kita sama-sama menghaturkan sedekah al-Fatihah untuknya dan semoga satu hari nanti lahir seorang lagi Saladin baru untuk menyelamatkan kembali Palestina khususnya dan Islam pada umumnya. Amin.
Baru-baru ini, industri film barat telah berjaya memaparkan sebuah film bertajuk “The Kingdom of Heaven” yang menampilkan Orlando Bloom sebagai Balian of Ibelin. Sekalipun telah mendapat kritikan dahsyat dari sebagian besar masyarakat barat, film yang telah berjaya di peringkat “Box Office” ini merupakan satu-satunya film yang telah mengimbangi kedudukan Islam di tengah-tengah konflik Israel-Palestina dan kekeliruan di kalangan masyarakat antara bangsa mengenai Islam.
Film tersebut juga telah membuat generasi muda Melayu terpegun dengan kehebatan dan kemulian Salahuddin Al-Ayubi sebagai salah seorang tokoh Kebangkitan Islam.
Salahuddin Sebagai Tokoh Katalis Kebangkitan Islam
Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurdis biasa. Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri. Tiada seorang pun yang menyangka sebelum dia menguasai Mesir dan menentang tentara Salib bahawa anak Kurdis ini suatu hari nanti akan merebut kembali Palestina dan menjadi pembela akidah Islamiah yang hebat. Dan tiada yang menyangka pencapaiannya sedemikian hebat sehingga menjadi contoh dalam memerangi kekufuran hingga hari ini.
Stanley Lane Poole (1914) seorang penulis Barat menyifatkan Salahuddin sebagai anak seorang gubernur yang memilliki kelebihan daripada orang lain tetapi tidak menunjukkan satu pun tanda-tanda dia akan menjadi orang hebat di masa depan. Akan tetapi dia menunjukkan akhlak yang mulia.
Walau bagaimanapun Allah telah menakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya untuk menjadi pemimpin agung itu. Ketika dia menjadi tentara Al-Malik Nuruddin, Sultan Aleppo, dia diperintahkan untuk pergi ke Mesir.
Pada masa itu Mesir diperintah oleh sebuah kerajaan Syi’ah yang tidak bernaung di bawah khalifah. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis bahawa Salahuddin sangat berat dan memaksa diri untuk pergi ke Mesir bagaikan orang yang hendak di bawa ke tempat pembunuhan (Bahauddin, 1234).
Tetapi itulah sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah:216)
Pertukaran Hidup Salahuddin Al-Ayubi
Ketika Salahuddin menguasai Mesir, dia tiba-tiba berubah. Dia yakin bahwa Allah telah mempertanggungjawabkan kepadanya satu tugas yang amat berat yang tak mungkin dapat dilaksanakan jika dia tidak bersungguh-sungguh. Bahauddin telah menuliskan dalam catatannya bahwa Salahuddin memerintah Mesir dengan sebaik-baiknya. Dunia dan kesenangannya telah lenyap dari pandangan matanya. Dengan hati yang rendah dan syukur kepada Allah dia telah menolak godaan-godaan dunia dan segala kesenangannya (Bahauddin,1234).
Bahkan Stanley Lane Poole (1914) telah menulis bahawa Salahuddin mengubah cara hidupnya ke hal-hal yang lebih keras. Dia bertambah wara’ dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan sederhana. Dia mengesampingkan corak hidup yang penuh kesenangan dan memilih corak hidup “Spartan” yang menjadi contoh kepada tentaranya. Dia mencurahkan seluruh tenaganya untuk satu tujuan yaitu untuk membina kekuasaan Islam yang cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah air Islam.
Salahuddin pernah berkata, “Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud menganugrahkan Palestina untukku.” Ini menyebabkan dia memenangkan perjuangan Islam. Sehubungan dengan dia telah menyerahkan dirinya untuk jalan jihad.
Semangat Jihad Salahuddin Al-Ayubi
Fikiran Salahuddin sentiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. Bahauddin telah mencatatkan bahawa semangat Salahuddin yang berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentara Salib telah menyebabkan jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya. Dia sentiasa meluangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tentaranya, mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad.
Jika ada siapa pun yang berbicara kepadanya berkenaan jihad dia akan memberikan sepenuh perhatian. Sehubungan dengan ini dia lebih banyak di dalam khemah perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa saja yang menggalakan jihad akan mendapat kepercayaannya. Siapa saja yang memerhatikannya akan dapat melihat apabila dia telah memuliakan jihad melawan tentara Salib (dikenal dengan istilah Crusaders) dia akan menumpahkan seluruh perhatiannya pada persiapan perang dan menaikkan semangat tentaranya.
Dalam medan peperangan dia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan jahat. Dia akan bergerak dari satu ujung medan peperangan ke ujung lainnya untuk mengingatkan tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Dia juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang air mata ketika mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.
Ketika dia mengepung Acre dia hanya minum, itu pun selepas dipaksa oleh dokter peribadinya tanpa makan. Dokter itu berkata bahawa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jumaat hingga Senin karena dia tidak mau perhatiannya kepada peperangan terganggu. (Bahauddin, 1234)
Peperangan Salib di Hittin
Battle of Hittin
Perang Hittin: Titik balik jatuhnya Yerusalem ke tangan Islam pada 583H
Satu saat peperangan yang sengit terjadi antara tentara Salahuddin dengan tentara Salib di kawasan Tiberias di kaki bukit Hittin. Akhirnya pada 24 Rabiul-Akhir, 583 H, tentara Salib kalah. Dalam peperangan ini Raja Kristen yang memerintah Palestina telah ditawan beserta adiknya Reginald dari Chatillon. Pembesar-pembesar lain yang dapat ditawan ialah Joscelin dari Courtenay, Humphrey dari Toron dan beberapa orang ternama yang lain. Banyak pula tentara-tentara Salib berpangkat tinggi telah tertawan. Stanley Lane-Poole menceritakan bahawa dapat dilihat seorang tentara Islam telah membawa 30 orang tentara Kristen yang ditawannya sendiri diikat dengan tali kemah.
Mayat-mayat tentera Kristian bertimbun-timbun seperti batu di atas batu di antara salib-salib yang patah, potongan tangan dan kaki dan kepala-kepala manusia berguling seperti buah tembikai. Diperkirakan 30,000 tentara Kristen tewas dalam peperangan ini. Setahun selepas peperangan, timbunan tulang dapat dilihat memutih dari jauh.
Kecintaan Salahuddin Al-Ayubi kepada Islam
Peperangan Hittin telah melengkapi kecintaan Salahuddin kepada Islam. Stanley Lane-Poole menulis bahawa Salahuddin berkemah di medan peperangan saat peperanggan Hittin. Pada satu ketika setelah kemahnya didirikan diperintahkannya tawanan perang dibawa ke hadapannya. Maka dibawalah Raja Palestina dan Reginald dari Chatillon masuk ke kemahnya. Dipersilakan sang Raja duduk di dekatnya.
Kemudian dia bangun pergi ke hadapan Reginald lalu berkata, “Dua kali aku telah bersumpah untuk membunuhnya. Pertama ketika dia bersumpah akan melanggar dua kota suci dan kedua ketika dia menyerang jamaah haji. Ketahuilah aku akan menuntut bela Muhammad SAW atasnya”. Lalu dia menghunuskan pedangnya dan memenggal kepala Reginald. Mayatnya kemudian dibawa keluar oleh pengawal dari kemah.
Raja Palestina ketika melihat adiknya dipancung, dia gemetar karena menyangka gilirannya akan tiba. Tetapi Salahuddin menjamin tidak akan mengapa-apakannya sambil berkata, “Bukanlah kelaziman seorang raja membunuh raja yang lain, tetapi orang itu telah melanggar segala batas-batas, jadi terjadilah apa yang telah terjadi”.
Tindakan Salahuddin adalah disebabkan kebiadaban Reginald kepada Islam dan Nabi Muhammad S.A.W. Bahauddin bin Shaddad, penasihat kepercayaan Salahuddin mencatat ketika jamaah haji dari Palestina diserang dianiaya tanpa belas kasihan oleh Reginald, di antara tawanannya mengiba-iba supaya mereka dikasihani. Tetapi Reginald dengan angkuhnya mengatakan, “Mintalah kepada Nabi kamu, Muhammad, untuk menyelematkan kamu”. Ketika dia mendengar berita ini dia telah berjanji akan membunuh Reginald dengan tangannya sendiri apabila dia dapat menangkapnya.
Salahuddin Menawan Baitul Muqaddis
Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah bagi Salahuddin untuk menaklukan Baitul Muqaddis. Bahauddin telah mencatat bahawa Salahuddin sangat-sangat berniat untuk menaklukan Baitul Muqaddis hingga bukit pun akan menjadi bagian kecil  yang membebani hatinya. Pada hari Jumaat, 27 Rajab, 583H, yaitu pada hari Isra’ Mi’raj, Salahuddin telah memasuki lapangan suci tempat Rasulullah S.A.W. naik ke langit.
Dalam catatan Bahauddin dia menyatakan inilah kemenangan atas kemenangan. Ramai orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, pedagang dan orang-orang biasa datang merayakan gembira kemenangan ini. Kemudiannya ramai lagi orang datang dari pantai dan hampir semua ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan selamat kepada Salahuddin. Boleh dikatakan hampir semua pembesar-pembesar datang. Gema “Allahhu Akbar” dan “Tiada tuhan melainkan Allah” telah memenuhi langit.
Setelah 90 tahun silam, saat itu shalat Jumaat telah dapat diadakan lagi di Baitul Muqaddid. Salib yang terpampang di ‘Dome of Rock’ telah diturunkan. Betapa hebatnya peristiwa ini tidak dapat digambarkan. Hanya Allah saja yang tahu betapa hebatnya hari itu.
Salahuddin yang Penyayang
Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini sangat jauh berbeda daripada kekejaman musuh Kristennya. Ahli sejarah Kristen pun mengakui hal ini. Lane-Poole mengesahkan bahwa kebaikan hati Salahuddin telah mencegahnya dari membalas dendam. Dia telah menuliskan bahwa Salahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang-orang Kristen menyerah kalah. Tenteranya sangat bertanggung jawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan hingga tidak terdengar orang-orang Kristen diperlakukan tidak baik.
Semua jalan keluar-masuk ke Baitul Muqaddis ditangannya dan seorang yang amanah telah dilantik di pintu Nabi Daud untuk menerima uang tebusan dari orang-orang Kristen yang ditawan. Lane-Poole juga telah menuliskan bahwa Salahuddin telah mengatakan kepada pegawainya, “Adikku telah memberikan infak, Padri besar pun telah menderma. Sekarang giliranku pula”. Lalu dia memerintahkan pegawainya mengumumkan di jalan-jalan Jerusalem bahawa siapa pun yang tidak mampu membayar tebusan boleh dibebaskan. Maka begitu ramailah orang berbondong-bondong keluar dari pintu St. Lazarus dari pagi hingga ke malam. Ini merupakan sedekah Salahuddin kepada orang miskin tanpa menghitung harga tebusan mereka.
Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk tentara Kristen ketika menaklukan Baitul Muqaddis kali pertama pada tahun 1099. Telah tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu ‘tersumbat’ dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas cerobong dan menara rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai telah mencemarkan kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang sentiasa diajarkan. Maka sangat bernasib baik orang-orang Kristen apabila mereka dilayani dengan baik oleh Salahuddin.
Lane-Poole juga menuliskan, jika hanya penaklukan Jerusalem saja yang diketahui mengenai Salahuddin, maka dia sudah cukup membuktikan dialah seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan mungkin di sepanjang zaman.
Perang Salib Ketiga
Perang Salib pertama ialah kejatuhan Palestina kepada orang-orang Kristen pada tahun 1099 (490H) sementara yang kedua telah dimenangi oleh Salahuddin dalam peperangan Hittin pada tahun 583H (1187M) di mana beberapa hari kemudian dia telah menguasai Baitul Muqaddis tanpa perlawanan. Kekalahan tentara Kristen ini telah menggemparkan seluruh dunia Kristen Barat. Maka bantuan dari Eropa telah kerahkan ke bumi Palestina.
Hampir semua raja dan panglima perang dari dunia Kristen seperti Fredrick Barbossa Raja Jerman, Richard The Lionheart RajaInggris, Philips Augustus Raja Perancis, Leopold dari Austria, Duke of Burgundy dan Count of Flanders telah bersekutu menyerang Salahuddin yang hanya dibantu oleh beberapa pembesarnya dan saudara sepupunya serta tentaranya untuk mempertahankan kehormatan Islam. Berkat pertolongan Allah mereka tidak dapat dikalahkan oleh tentara yang bersekutu sebesar itu.
Peperangan ini berlanjutan selama 5 tahun hingga menyebabkan kedua belah pihak menjadi letih dan jemu. Akhirnya kedua belah pihak setuju untuk membuat perjanjian di Ramala pada tahun 588H. Perjanjian ini mengakui Salahuddin adalah penguasa Palestina seluruhnya kecuali wilayah Acra terletak di bawah pemerintahan Kristen. Maka berakhirlah peperangan Salib ketiga.
Lane-Poole mencatat perjanjian ini sebagai berakhirnya Perang Suci yang telah berlajut selama 5 tahun. Sebelum kemenangan besar Hittin pada bulan Julai, 1187 M, tak satu inci pun tanah Palestina berada di tangan orang-orang Islam. Selepas Perjanjian Ramala pada bulan September, 1192 M, keseluruhannya menjadi milik mereka kecuali satu jalur kecil dari Tyre ke Jaffa. Salahuddin tidak merasa malu dengan perjanjian ini walaupun sebagian kecil tanah Palestina masih di tangan orang-orang Kristian.
Atas seruan Pope, seluruh dunia Kristen telah mengangkat senjata. Raja Inggris, Perancis, Sicily dan Austria serta Duke of Burgundy, Count of Flanders dan beratus-ratus lagi pembesar-pembesar telah bersekutu membantu Raja dan Putra Mahkota Palestina untuk mengembalikan kerajaan Jerusalem kepada pemerintahan Kristen. Walau bagaimanapun ada raja yang mati dan ada yang datang dan sebagian pembesar-pembesar Kristen telah terkubur di Tanah Suci itu, tetapi Tanah Suci itu masih di dalam tangan Salahuddin.
Selanjutnya Lane-Poole mencatatkan, seluruh kekuatan dunia Kriten yang telah ditumpukan dalam peperangan Salib ketiga tidak mengoyahkan kekuatan Salahuddin. Tentaranya mungkin telah jemu dengan peperangan yang menyusahkan itu tetapi mereka tidak pernah mundur apabila diseru untuk mempertaruhkan jiwa raga mereka di jalan Tuhan. Tentaranya yang berada jauh di lembah Tigris di Irak mengeluh dengan tugas yang tiada henti-hentinya, tetapi ketaatan mereka tidak pernah terbagi lagi.
Bahkan dalam peperangan Arsuf, tentaranya dari Mosil (sebuah tempat di Iraq) telah menunjukkan ketangkasan yang hebat. Dalam peperangan ini, Salahuddin memang dapat memberikan kepercayaan kepada tentara-tentaranya dari Mesir, Mesopotamia, Syria, Kurds, Turkmans, tanah Arab dan bahkan orang-orang Islam dari mana-mana saja. Walaupun mereka berlainan bangsa dan kaum tetapi Salahuddin telah dapat menyatukan mereka di atas jalan Tuhan mulai peperangan pada tahun 1187 hingga berakhirnya pada tahun 1192.
Lane-Poole juga menuliskan dalam peperangan ini Salahuddin sentiasa bermusyawarah. Dia mempunyai majelis syura (musyawarah) yang membuat keputusan-keputusan ketentaraan. Kadang-kadang majelis ini membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majelis ini tak seorang pun yang mempunyai suara lebih berat yang lebih mempengaruhi fikiran Salahuddin. Semuanya sama saja. Dalam majelis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentara, kadi, bendahara dan setiausaha. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat keputusan. Pendeknya semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. Walau apa pun perbincangan dan perdebatan dalam majelis itu, mereka tetap taat kepada Salahuddin.
Kematian Salahuddin Al-Ayubi
Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke rahmatullah stelah bersusah payah mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai hari-hari terakhir Salahuddin. Pada malam 27 Safar, 12 hari selepas dia jatuh sakit, dia menjadi sangat lemah. Syeikh Abu Ja’afar seorang yang taat beragama telah diminta menemani Salahuddin di Istana supaya jika dia sedang menghadapi sakaratul maut, bacaan Qur’an dan syahadah dapat diperdengarkan kepadanya.
Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya hayat Salahuddin. Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi katilnya semenjak 3 hari yang lepas membacakan Qur’an. Pada saat itu Salahuddin selalu pingsan dan sadar sebentar. Apabila Syeikh Abu Jaafar membacakan ayat, “Dialah Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata” (Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya berseri dan denga nada yang gembira dia berkata, “Memang benar”. Selepas dia mengucapkan kata-kata itu rohnya pun kembali ke rahmatullah. Saat itu adalah sebelum subuh, 27 Safar.
Seterusnya Bahauddin menceritakan Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika dia wafat. Tiada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk upah mengebumikannya. Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung upah pemakaman ini. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.
Salahuddin yang Taat Beragama

Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin mencatatkan tentang ketaatan Salahuddin. Satu hari dia berkata bahwa dia telah lama tidak pergi sembahyang berjemaah. Dia memang suka sembahyang berjemaah, bahkan ketika sakitnya dia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam. Disebabkan sembahyang adalah ibadah utama yang ditetapkan oleh Rasulullah S.A.W., dia sentiasa mengerjakan sembahyang sunnat malam. Jika ada hal lain yang menyebabkannya tidak dapat sembahyang malam, dia akan menunaikannya ketika hampir subuh. Bahauddin melihatnya sentiasa sembahyang di belakang imam ketika sakitnya, kecuali tiga hari terakhir di mana dia telah sangat lemah dan selalu pingsan.
Tetapi dia tidak pernah tinggal sembahyang fardhu. Dia tidak pernah membayar zakat kerana dia tidak mempunyai harta yang cukup nisab. Dia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan hinggakan ketika wafatnya dia hanya memiliki 47 dirham uang perak dan satu dinar uang emas. Dia tidak meninggalkan harta.
Bahauddin juga mencatat bahawa Salahuddin tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan kecuali hanya sekali karena dinasihatkan oleh Kadi Fadhil. Ketika sakitnya pun dia berpuasa hingga dokter menasihatkannya dengan tegas supaya berbuka. Lalu dia berbuka dengan hati yang berat sambil berkata, “Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku”. Maka segera dia membayar fidyah.
Dalam catatan Bahauddin juga menunjukkan Salahuddin sangat ingin menunaikan haji ke Mekah tetapi dia tidak pernah berkesempatan. Pada tahun wafatannya, keinginannya menunaikan haji telah menjadi-jadi tetapi takdir berkehendak lain. Dia sangat gemar mendengar bacaan Al-Qur’an. Dalam medan peperangan dia acap kali duduk mendengar bacaan Qur’an para pengawal yang dikunjunginya hingga 3 atau 4 juz’ semalam. Dia mendengar dengan sepenuh hati dan perhatian sehingga air matanya membasahi dagunya. Dia juga gemar mendengar bacaan hadis Rasulullah S.A.W. Dia akan memerintahkan orang-orang yang bersamanya duduk apabila hadist dibacakan. Apabila ulama hadist datang, dia akan pergi mendengar kuliahnya. Kadang kadang dia sendiri membacakan hadis dengan mata yang berlinang. Dalam peperangan kadang-kadang dia berhenti di antara musuh-musuh yang datang untuk mendengarkan hadis-hadis dibacakan kepadanya.
Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Dia biasa meletakkan segala harapannya kepada Allah terutama ketika dalam kesusahan. Pada satu ketika dia berada di Jerusalem yang pada saat itu seolah-olah tidak dapat bertahan lagi dari kepungan tentara sekutu Kristen. Walaupun keadaan sangat mendesak dia enggan untuk meninggalkan kota suci itu. Malam itu adalah malam Jumaat musim dingin. Bahaauddin mencatat, “Hanya aku dan Salahuddin saja pada saat itu. Dia menghabiskan waktu malam itu dengan bersembahyang dan munajat.
Pada tengah malam saya minta supaya dia beristirahat tetapi jawabnya, “Ku fikir kau mengantuk. Pergilah tidur sejenak”. Saat hampir subuh aku pun bangun dan pergi mendapatkannya. Aku dapati dia sedang membasuh tangannya. “Aku tidak tidur semalam” katanya. Selepas sembahyang subuh aku berkata kepadanya, “Kau bermunajat kepada Allah memohon pertolongan-Nya”. Lalu dia bertanya, “Apa yang perlu ku lakukan?”
Aku menjawab, hari ini hari Jumaat. Engkau mandilah sebelum pergi ke masjid Aqsa. Keluarkanlah infaq dengan diam-diam. Apabila kau tiba di masjid, sembahyanglah dua rakaat selepas azan di tempat Rasulullah S.A.W. pernah sembahyang sebelum mi’raj dahulu. Aku pernah membaca hadis doa yang dibuat di tempat itu adalah mustajab. Oleh karena itu kau bermunajatlah kepada Allah dengan ucapan “Ya Tuhanku, aku telah kehabisan segala perbekalanku. Kini aku mohon pertolongan-Mu. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Aku yakin hanya Engkau saja yang dapat menolongku dalam keadaan yang genting ini”
Aku berkata kepadanya, “Aku sangat berharap Allah akan mengkabulkan doamu”. Lalu Salahuddin melakukan apa yang ku usulkan. Aku berada di sebelahnya ketika dahinya mencecah bumi sambil menangis hingga air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat sembahyang. Aku tidak tahu apa yang didoakannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Perpecahan terjadi di antara musuh-musuh yang menyebabkan berita baik bagi kami beberapa hari kemudian. Akhirnya mereka membuka kemah-kemah mereka dan berangkat ke Ramala pada hari Senin pagi”
Tingkah-laku Salahuddin Al-Ayubi
Siapa yang dekat dengannya mengatakan dia adalah seorang Islam yang taat kepada Allah, sangat peka kepada keadilan, pemurah, lembut hati, sabar dan tekun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatat bahwa dia telah memberikan waktu untuk rakyat dua kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Selasa. Pada waktu tersebut ia disertai oleh pembesar-pembesar negara, ulama dan kadi. Semua orang dapat berjumpa dengannya. Dia sendiri akan membacakan pengaduan yang diterimanya dan mengucapkan untuk dituliskan oleh juru tulis tindakan yang perlu diambil dan terus ditandatanganinya pada saat itu juga. Dia tidak pernah membenarkan orang meninggalkannya selagi dia belum menyempurnakan maksud orang itu. Dalam saat yang sama dia sentiasa bertasbih kepada Allah.
Jika ada orang membuat pengaduan, dia akan mendengarkan dengan teliti dan kemudian memberikan keputusannya. Suatu hari seorang lelaki telah membuat pengaduan berkenaan Taqiuddin, anak saudaranya sendiri. Dengan segera dia memanggil anak saudaranya itu dan meminta penjelasan. Pada saat yang lain ada orang yang membuat tuduhan kepada Salahuddin sendiri. Yang memerlukan penyiasatan. Walaupun tuduhan orang itu didapati tidak beralasan, dia telah menghadiahkan orang itu sehelai jubah dan beberapa pemberian yang lain.
Dia adalah seorang yang mulia dan baik hati, lemah lembut, penyabar dan sangat benci ketidakadilan. Dia sentiasa mengabaikan kekhilafan-kekhilafan para pembantu dan khadamnya. Jika mereka melakukan kesalahan yang memanaskan hatinya, dia tidak pernah menyebabkan kemarahannya menjatuhkan air muka mereka. Pada suatu ketika dia pernah meminta air minum, tetapi entah apa sebabnya air itu tidak diberikan kepadanya. Dia meminta sehingga lima kali lalu berkata, “Aku hampir mati kehausan”. Dia kemudian meminum air yang dibawakan kepadanya tanpa menunjukkan kemarahan.
Pada yang lain dia hendak mandi selepas mengalami sakit yang agak lama. Didapatinya air yang disediakan agak panas, lalu dia meminta air dingin. Sebanyak dua kali khadamnya menyebabkan air dingin itu terpercik kepadanya. Disebabkan dia belum benar-benar sehat, dia merasa kedinginan tetapi dia hanya berkata kepada khadamnya, “Katakan sajalah kalau kau tak suka kepadaku”. Lalu khadam itu cepat-cepat minta maaf dan Salahuddin terus memaafkannya.
Bahauddin juga telah mencatatkan beberapa peristiwa yang menunjukkan sifat pemurah dan baik hati Salahuddin. Kadang-kadang kawasan yang baru dikuasainya pun diberikannya kepada pengikutnya. Satu ketika dia telah berjaya menawan bandar ‘Amad. Lalu seorang perwira tentara, Qurrah Arslan, menyatakan keinginannya untuk memerintah bandar itu. Dengan senang hati dia memberikannya. Bahkan beberapa kali dia menjualkan hartanya semata-mata untuk membeli hadiah. Melihat betapa pemurahnya Salahuddin, bendaharanya selalu merahasiakan baki uang simpanan untuk digunakan pada masa darurat.
Jika dia tahu, dia akan menyedekahkan kekayaan negara hingga habis. Salahuddin pernah mengatakan bahwa baginya uang dan debu sama saja. “Aku tahu”, kata Bahauddin, “Dia mengatakan dirinya”. Salahuddin tidak pernah membiarkan tamunya meninggalkannya tanpa hadiah atau barang bentuk pemberian tanda penghargaan, walaupun tamunya itu seorang kafir. Raja Saida pernah melawat Salahuddin dan dia menyambutnya dengan tangan terbuka, melayaninya dengan hormat dan mengambil kesempatan menerangkan Islam. Bahkan Salahuddin sentiasa mengirimkan es dan buah-buahan kepada Richard the Lionheart, musuh beratnya, ketika Raja Inggris itu jatuh sakit.
Hatinya memang sangat lembut hingga dia sangat mudah tersentuh apabila melihat orang lain dalam kesusahan dan kesedihan. Suatu hari seorang perempuan Kristen datang mengadu kehilangan bayinya. Perempuan itu menangis dan meraung di depan Salahuddin sambil menceritakan bayinya dicuri dari kemahnya. Perempuan itu seterusnya mengatakan dia telah diberitahu bahwa hanya Salahuddin saja yang bisa mendapatkan bayi itu kembali. Hatinya tersentuh mendengar cerita perempuan itu lalu dia pun turut menangis. Dia segera memerintahkan pegawai-pegawainya mencari bayi itu di pasar hamba-sahaya. Tidak lama kemudian bayi itu telah dapat dibawa kembali lalu dengan rasa gembira mendoakan kesejahteraan Salahuddin.
Bahauddin juga mencatat Salahuddin sangat belas kasihan kepada anak-anak yatim. Bila dia berjumpa anak-anak yatim dia akan mengusahakan supaya ada orang yang menjadi penjaga anak itu. Kadang-kadang dia sendiri yang akan menjaga dan membesarkan anak yatim yang ditemuinya. Dia juga sangat kasihan melihat orang tua atau yang berkurangan dan akan memberikan penjagaan yang khas kepada mereka apabila dia bertemu dengan orang seperti itu.
Kesungguhan dan Semangat Sallahuddin Al-Ayubi
Ketika mengepung negeri Acre, Bahauddin mencatat bahawa Salahuddin mengidap sakit berat yang menyebabkan beliau sangat susah untuk bangun. Meskipun demikian, dia keluar menunggang kudanya untuk memeriksa angkatan tentaranya. Bahauddin bertanya kepadanya bagaimana dia bisa menahan sakitnya. Maka Salahuddin menjawab, “Penyakit akan meninggalkanku apabila kamu menunggang kuda”.
Pada saat yang lain dia sebenarnya dalam keadaan yang lemah akibat sakit tetapi dia pergi memburu musuh sepanjang malam. “Apabila dia sakit”, kata Bahauddin,” Aku dan dokter akan bersamanya sepanjang malam. Dia tidak dapat tidur akibat menahan sakit, tetapi apabila pagi menjelang, dia akan menunggang kuda untuk melawan musuh. Dia mengantar anak-anaknya ke medan perang sebelum memerintahkan orang lain berbuat demikian. Aku dan dokternya bersamanya sepanjang hari menunggang kuda hingga musuh mundur apabila senja menjelang. Dia hanya akan kembali ke kemah selepas memberikan arahan untuk penjagaan malam”.
Dalam kesungguhan, semangat dan ketahanan rasanya tak ada yang dapat menandingi Salahuddin. Kadang-kadang dia sediri pergi ke kawasan perkemahan tentara musuh bersama para pengintainya sekali bahkan dua kali sehari. Ketika berperang dia sendiri akan pergi menempuh celah-celah tentara musuh yang sedang marah. Dia sentiasa mengadakan pemeriksaan pada setiap tentaranya dan memberikan arahan kepada panglima-panglima tentaranya. Bahauddin mencatatkan satu kisah yang menunjukkan betapa beraninya Salahuddin.
Salahuddin diberitahu bahwa dia selalu mendengar bacaan hadis pada masa lapang bukannya ketika perang. Apabila mendengar hal ini dia segera mengarahkan supaya hadis-hadis dibacakan kepadanya ketika peperangan sedang berkecamuk dengan sengitnya.
Salahuddin tidak pernah gentar dengan ramainya tentara Salib yang datang untuk menentangnya. Dalam beberapa saat, tentara Salib berjumah sekitar 600,000 orang, tetapi Salahuddin menghadapinya dengan tentara yang jauh lebih sedikit. Berkat pertolongan Allah dia menang, membunuh banyak musuh dan membawa banyak tawanan.
Ketika mengepung Acre, pada satu petang lebih dari 70 kapal tentara musuh beserta senjata berat mendarat pada satu petang. Boleh dikatakan semua orang merasa gentar kecuali Salahuddin. Dalam satu peperangan yang sengit pada saat kepungan ini, serangan mendadak besar-besaran dari musuh itu telah menyebabkan tentara Islam kalang kabut. Tentara musuh telah mencapai kemah-kemah tentara Islam bahkan telah sampai ke kemah Salahuddin dan mencabut benderanya. Tetapi Salahuddin bertahan dengan teguhnya dan berjaya mengatur tentaranya kembali sehingga dia berjaya membalikkan kekalahan menjadi kemenangan. Musuh telah kalah dan mundur meninggalkan lebih kurang 7,000 mayat-mayat.
Bahauddin mencatat betapa besarnya cita-cita Salahuddin. Suatu hari Salahuddin pernah berkata kepadanya, “Aku hendak memberi tahu kamu apa yang ada dalam hatiku. Apabila Allah mentakdirkan seluruh tanah suci ini di bawah kekuasaanku, aku akan serahkan tanah-tanah kekuasaanku ini kepada anak-anakku, ku berikan arahan-arahanku yang terakhir lalu ku ucapkan selamat tinggal. Aku akan berlayar untuk menaklukkan pulau-pulau dan tanah-tanah. Aku tak akan meletakkan senjata ku selagi masih ada orang-orang kafir di atas muka bumi atau jika ajalku sampai.
Salahuddin Al-Ayubi Sebagai Ulama
Salahuddin memiliki dasar pengetahuan agama yang kokoh. Ia juga mengetahui setiap suku-suku kaum Arab dan adat-adat mereka. Bahkan dia mengetahui sifat-sifat kuda Arab walaupun dia sebenarnya orang Kurdi. Dia sangat gemar mengumpulkan pengetahuan dan kabar dari kawan-kawannya dan utusan-utusannya yang senantiasa berjalan dari satu penjuru ke satu penjuru negerinya. Di samping Qur’an ia juga banyak menghafal syair-syair Arab.
Lane-Poole juga menuliskan bahawa Salahuddin mempunyai pengetahuan yang dalam dan gemar untuk mendalami lagi bidang-bidang akidah, ilmu hadis serta sanad-sanad dan perawi-perawinya, syariah dan usul fiqih dan juga tafsir Qur’an.
Rujukan :
Bahauddin bin Shaddad. 1234M,632H.Al-Nawadir-I-Sultania: Sirat Salahuddin (Bin Nawadir-I-Sultania). Mesir (diterbitkan 1317h):31,32-33, 7,155 Poole S. L. 1914. Saladin. New York: 72, 99
Dipetik :
Biografi Salahuddin Al-Ayyubi oleh Abul Hassan Ali Nadwai Judul Asli : Saviors of Islamic Spirit.
( Disadur dari http://forum.jiwang.org/index.php?showtopic=13368 )

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More