PERMISI! Izinkan gue kali ini buat nulis sesuatu yang serius, terima kasih! (Sampe sini ada yang mau ditanya?)
Semakin hari konflik Libya semakin memanas. Sejak terlibatnya koalisi barat, bukan solusi damai yang tercipta melainkan jumlah korban yang terus bertambah. Menurut Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (IFHR), tercatat hingga kini jumlah korban tewas diperkirakan mencapai ribuan orang.
Konflik yang berawal dari protes sebagian masyarakat Libya terhadap kepemimpinan presiden Muammar Khadafi itu, kini telah berubah menjadi layaknya perang saudara. Khadafi beserta pasukannya membabi buta menyerang rakyatnya sendiri hingga menyebabkan banyak nyawa melayang. Campur tangan pihak asing pun hanya memperkeruh suasana dan semakin mengobarkan kata perang. Yang jadi pertanyaan sekarang, perlukah sebenarnya campur tangan pihak sekutu terhadap krisis di Libya?
Diketahui pihak sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Perancis, turut membantu pihak oposisi guna menjatuhkan rezim Khadafi. Tak hanya sampai disitu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) melalui sekjennya, Anders Fogh Rasmussen, juga menyatakan akan terlibat dengan alasan untuk melindungi warga sipil dan wilayah penduduk sipil. Jadilah perang yang semakin hebat dan tak terhindarkan.
Sungguh malang memang nasib penduduk Libya. Bukan kebebasan demokrasi seperti yang mereka inginkan yang tercapai, melainkan harus menyaksikan bangsanya hancur bersimbah darah diwarnai dengan hujan peluru tiap harinya. Warga tak berdosa berjatuhan, penduduk-penduduk sipil kehilangan tempat tinggal, anak-anak tak tahu bagaimana masa depannya, bayi-bayi kehilangan orang tua, sungguh sangat bertentangan dengan tujuan koalisi barat serta NATO yang ingin menyelamatkan dan melindungi warga sipil.
Masih jelas di benak kita bagaimana nasib negara-negara hasil campur tangan NATO sebelumnya yaitu Afghanistan dan Irak. Dua negara itu terus terpuruk dan bergejolak hingga kini. Sejak di duduki NATO pada awal tahun 2.000an, kehidupan bangsa tersebut kian tak tentu arah dan tak jelas masa depannya. PPB pun yang seharusnya menjadi tempat mengadu tak bisa berbuat banyak, toh PBB juga sudah di-setting untuk melancarkan tujuan-tujuan sekutu.
Mengobarkan perang dengan dalih demokrasi dan membela hak-hak sipil sudah merupakan strategi mereka untuk mengangkangi kekayaan alam di suatu negara. Membiarkan mereka terus berperang, fasilitasi dengan senjata, susupkan intel untuk melakukan provokasi, perpanjang durasi perang, dan pada akhirnya mereka bebas menjarah dengan datang sebagai pahlawan.
Terakhir, semoga krisis dan konflik di Libya tidak memakan korban jiwa lagi, Khadafi beserta pasukannya menghentikan agresi militer, dan hak-hak asasi manusia di Libya bisa tegak berdiri kembali. Semangat Libya! Semangat saudaraku!
Semakin hari konflik Libya semakin memanas. Sejak terlibatnya koalisi barat, bukan solusi damai yang tercipta melainkan jumlah korban yang terus bertambah. Menurut Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (IFHR), tercatat hingga kini jumlah korban tewas diperkirakan mencapai ribuan orang.
Konflik yang berawal dari protes sebagian masyarakat Libya terhadap kepemimpinan presiden Muammar Khadafi itu, kini telah berubah menjadi layaknya perang saudara. Khadafi beserta pasukannya membabi buta menyerang rakyatnya sendiri hingga menyebabkan banyak nyawa melayang. Campur tangan pihak asing pun hanya memperkeruh suasana dan semakin mengobarkan kata perang. Yang jadi pertanyaan sekarang, perlukah sebenarnya campur tangan pihak sekutu terhadap krisis di Libya?
Diketahui pihak sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Perancis, turut membantu pihak oposisi guna menjatuhkan rezim Khadafi. Tak hanya sampai disitu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) melalui sekjennya, Anders Fogh Rasmussen, juga menyatakan akan terlibat dengan alasan untuk melindungi warga sipil dan wilayah penduduk sipil. Jadilah perang yang semakin hebat dan tak terhindarkan.
Sungguh malang memang nasib penduduk Libya. Bukan kebebasan demokrasi seperti yang mereka inginkan yang tercapai, melainkan harus menyaksikan bangsanya hancur bersimbah darah diwarnai dengan hujan peluru tiap harinya. Warga tak berdosa berjatuhan, penduduk-penduduk sipil kehilangan tempat tinggal, anak-anak tak tahu bagaimana masa depannya, bayi-bayi kehilangan orang tua, sungguh sangat bertentangan dengan tujuan koalisi barat serta NATO yang ingin menyelamatkan dan melindungi warga sipil.
Masih jelas di benak kita bagaimana nasib negara-negara hasil campur tangan NATO sebelumnya yaitu Afghanistan dan Irak. Dua negara itu terus terpuruk dan bergejolak hingga kini. Sejak di duduki NATO pada awal tahun 2.000an, kehidupan bangsa tersebut kian tak tentu arah dan tak jelas masa depannya. PPB pun yang seharusnya menjadi tempat mengadu tak bisa berbuat banyak, toh PBB juga sudah di-setting untuk melancarkan tujuan-tujuan sekutu.
Mengobarkan perang dengan dalih demokrasi dan membela hak-hak sipil sudah merupakan strategi mereka untuk mengangkangi kekayaan alam di suatu negara. Membiarkan mereka terus berperang, fasilitasi dengan senjata, susupkan intel untuk melakukan provokasi, perpanjang durasi perang, dan pada akhirnya mereka bebas menjarah dengan datang sebagai pahlawan.
Terakhir, semoga krisis dan konflik di Libya tidak memakan korban jiwa lagi, Khadafi beserta pasukannya menghentikan agresi militer, dan hak-hak asasi manusia di Libya bisa tegak berdiri kembali. Semangat Libya! Semangat saudaraku!