Tiba-tiba saja Juragan Nurdin Halid mulai berkoar-koar tentang Alfred Riedl. Seperti dikutip banyak media kemarin, Juragan Nurdin mengeluhkan empat bulan kepemimpinan Alfred Riedl yang dianggapnya sama sekali tidak memberikan kemajuan dan perkembangan yang berarti bagi tim nasional senior.
Keluhan Nurdin pada kinerja Alfred Riedl memang layak ditertawakan. Orang yang berpikiran sehat tak akan menilai seorang pelatih hanya berdasar dua laga ujicoba (Uruguay dan Maladewa). Mau menyalahkan kekalahan telak atas Uruguay? Mestinya kekalahan telak itu sudah bisa diprediksi. Yang lebih patut disalahkan adalah yang memilih Uruguay sebagai lawan ujicoba.
Mau menyalahkan Riedl yang gagal memberikan penampilan terbaik saat lawan Maladewa? Lebih baik pikirkan dulu keluhan Riedl terhadap Stadion Siliwangi yang jadi tempat ujicoba. Badan Liga Indonesia (BLI) sendiri sudah kasih lampu kuning pada Persib Bandung atas kelayakan Stadion Siliwangi untuk gelaran LSI. Ealah… PSSI dan Badan Tim Nasional (BTN) malah memilih Stadion Siliwangi sebagai tempat uji coba tim nasional. Jangan salahkan Stadion Siliwangi kalau Riedl mengeluh soal kondisi lapangan, tapi salahkan PSSI dan BTN yang serampangan milih tempat ujicoba tim nasional.
Kalah telak lawan Uruguay dan menang 3-0 atas Maladewa tidak bisa dijadikan ukuran bagi Riedl. Lebih baik Juragan Nurdin berpikir kenapa PSSI tidak bisa memberi lawan tanding yang memadai dalam pemusatan latihan tim nasional selama Ramadhan kemarin dan "hanya" bisa memberi Pro Titan dan Persita sebagai lawan tanding tim nasional, sementara pada saat yang sama Malaysia berujicoba melawan Oman (tim yang pada Januari lalu mengalahkan tim nasional Indonesia dalam kualifikasi Piala Asia 2012).
Itu sebabnya koar-koar Juragan Nurdin perihal kinerja Riedl ini terasa dibuat-buat. Dari mana asalnya koar-koar Juragan Nurdin ini?
Beberapa hari sebelumnya, saat Indonesia akan menghadapi Maladewa, Alfred Riedl juga sudah kena semprot juragan PSSI lainnya, Andi Darussalam Tabusala. Riedl dikabarkan mengusir dokter pribadi Tabusala karena berada di ruangan saat ia sedang memberikan briefing pada para pemain tim nasional jelang laga melawan Maladewa. Tabusala dikabarkan sewot dan ngambek sehingga memilih duduk di tribun Stadion Siliwangi daripada duduk di bench mendampingi tim dalam kapasitasnya sebagai manajer tim nasional.
Dengan nada membawa soal adat istiadat orang Indonesia, Tabusala berkata kepada pers: “Dia yang mau datang ke sini karena cari makan…. Riedl harus tahu adat.”
Terus terang saja, sukar untuk tidak mengaitkan insiden "tidak tahu adat" itu dengan koar-koar Juragan Nurdin perihal kinerja Riedl. Dan bagi saya, terus terang saja, koar-koar Juragan Nurdin atau Tabusala mengenai Riedl bukan hanya salah tempat, tapi juga buah dari suatu sesat pikir.
Kepada Juragan Nurdin yang mengeluhkan empat bulan kepemimpinan Riedl di tim nasional yang dianggapnya tidak memberikan perkembangan, mari kita ramai-ramai berteriak ke kuping Juragan Nurdin (terserah mau kuping yang kiri atau kanan): "Emangnye kemajuan ape yang udah elu bikin buat tim nasional selama bertahun-tahun jadi Juragan PSSI?"
Kepada Tabusala yang menuduh Riedl tidak tahu adat, saya ingin katakan: Sudah lama sekali PSSI dan dunia sepak bola Indonesia itu tidak punya adat istiadat. Jika memang PSSI punya adat istiadat, maka adat istiadat itu tak ada hubungannya dengan adat istiadat bangsa Indonesia.
Adat istiadat PSSI adalah tak punya rasa malu. Sudah jelas-jelas gagal memberikan prestasi tapi masih saja keukeuh menjadi Ketua Umum PSSI. Sudah jelas-jelas koruptor (catat: Nurdin sudah divonis pengadilan), tapi masih saja ngotot jadi pemimpin sebuah organisasi. Atau, jangan-jangan, Juragan Nurdin dan Tabusala ingin bilang bahwa tidak tahu malu itu sebagai adat istiadat bangsa Indonesia?
Adat istiadat PSSI adalah plin-plan dan mencla-mencle. Dipilihlah Peter White sebagai pelatih tim nasional karena berhasil membawa tim nasional Thailand menjuarai Piala Tiger. Tapi belum apa-apa PSSI pula yang memecatnya. Dipilihlah Alfred Riedl karena sanggup membawa Vietnam lolos ke babak kedua Piala Asia 2008 lalu, tapi belum apa-apa sudah koar-koar tentang kinerjanya. Sudah biasa juga sebuah tim atau pemain di-skors dan dikenai hukuman berat tapi justru Juragan Nurdin sendiri yang menganulirnya. Apa Juragan Nurdin dan Tabusala ingin bilang sikap mencla-mencle dan plin-plan itu sebagai adat istiadat bangsa Indonesia?
Adat istiadat PSSI adalah tidak bertanggungjawab. Hadiah 500 juta bagi Persibo Bojonegoro sampai sekarang masih dikemplang. Hadiah juara Arema pun butuh waktu berbulan-bulan untuk pencairannya. Belum lagi kasus-kasus hutang yang sempat mencuat kepada pihak hotel dan jasa transportasi. Apa Juragan Nurdin dan Tabusala ingin bilang sikap tidak bertanggungjawab dan demen ngemplang duit orang sebagai adat istiadat Bangsa Indonesia?
PSSI dan sepak bola Indonesia adalah dunia yang tak kenal adat istiadat. Bagaimana bisa Tabusala bilang tentang adat istiadat orang Indonesia saat kondisi sepak bola Indonesia sendiri penuh dengan kekerasan, tawuran antar suporter, perkelahian antar pemain, tekling-tekling horor mirip adegan film kung-fu, dll? Ataukah Juragan Nurdin dan Tabusala ingin bilang adat istiadat orang Indonesia memang demen dengan kekerasan?
Tidak usah membawa-bawa adat-istiadat. Jika memang mau peduli dan respek dengan adat istiadat ketimuran, PSSI dan Juragan Nurdin sendiri yang seharusnya instropeksi. Tapi mana pernah, sih, PSSI dan Juragan Nurdin instropeksi? Diomelin dan disuruh mundur seisi stadion (di hadapan Presiden SBY dan jutaan penonton) pun dia tetap tak peduli.
Buat saya, bukan Alfred Riedl yang tidak tahu adat, tapi PSSI dan Nurdin Halid sendiri yang tidak tahu adat istiadat.
OLEH : Zen Rachmat Sugito
SUMBER : detiksport.com
0 comment:
Posting Komentar