17 Feb 2010

Optimis dengan Persepakbolaan Indonesia

Apa yang ada di benak kita jika kita mendengar potret dunia persepakbolaan kita? Apa yang ada di pikiran kita jika kita mencoba untuk mendeskripsikan dunia persepakbolaan kita? Dapatkah kita menggambarkan sedikit prestasi-prestasi dunia persepakbolaan kita? Sudah sesuai harapankah kondisi persepakbolaan bangsa kita saat ini? Pertanyaan demi pertanyaan bernada pesismis dan negatif pasti akan terus terlontar jika kita mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar dunia persepakbolaan kita. Seburuk itukah dunia persepakbolaan kita? Sudah matikah masa depan persepakbolaan kita? Banyak sekali keburukan-keburukan dan kebobrokan dunia persepakbolaan kita. Jika dibandingkan prestasi yang telah kita peroleh, nyaris sama sekali tidak terlihat karena sudah penuh tertutup oleh kekurangan-kekuranan yang terjadi pada dunia sepakbola kita tercinta ini.

Kebobrokan pertama dari dunia persepakbolaan kita adalah kerusuhan suporter yang nyaris tak ada hentinya. Tawuran antar suporter, pengrusakan sarana-sarana umum, tindakan-tindakan tidak masuk akal, dan berbagai macam hal-hal lain yang tanpa dasar yang terus dilakukan oleh para suporter negeri ini. Tentu masih jelas di benak kita kejadian beberapa waktu yang lalu saat BONEK (suporter Persebaya Surabaya) terlibat ricuh dengan warga Solo saat berjumpa di stasiun. Setidaknya 3 orang kehilangan nyawa dan puluhan orang luka-luka pada kejadian tersebut. Belum lagi tawuran antar suporter yang semakin hari semakin marak terjadi. Tidak tahu mengapa, tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan fair play dan kebersamaan terus dilakukan oleh suporter-suporter kita. Mungkin karena budaya kita memang seperti itu, yang mengangap semua permasalahan bisa diselesaikan dengan kekerasan, atau mungkin juga memang mental kita yang selalu ingin terlihat menonjol, atau bisa juga disebabkan dengan fanatisme yang terlalu tinggi.

Entah sampai kapan budaya ini terus berlanjut. Mungkin selamanya, mungkin juga tidak. Hanya dengan hal sepele saja sudah bisa membuat kerusuhan besar. Saling ejek-mengejek, cela-mencela, dan hal-hal sepele lain sudah bisa membuat keributan besar antar suporter, bahkan nyawa pun tidak lagi menjadi harga mahal jika sudah seperti ini. Tindakan di dalam lapangan pun tidak kalah brutal dengan tindakan-tindakan di luar lapangan. Melempar petasan ke tengah pertandingan, menimpuki batu atau botol kepada pemain yang sedang bertanding, mengejek bahkan menghajar wasit jika dirasa merugikan tim kesayangan mereka, bila hasil yang dibuat tidak menguntungkan tim mereka, lalu penghancuran sarana-sarana stadion jika tim kesayangannya kalah di kandang, apa lagi? Nyaris sama sekali tidak pernah terlihat hal-hal positif yang dilakukan oleh suporter kita. Belum lagi tindakan salah seorang suporter kita yang masuk ke dalam lapangan ketika berlangsung pertandingan kualifikasi Piala Asia beberapa waktu lalu. Mungkin ini adalah cerminan dari para suporter kita yang sudah lelah melihat nasib dunia persepakbolaan kita yang tak kunjng maju.



Kebobrokan kedua adalah sistem manajemen kita yang sangat buruk. Lihat saja kualitas ketua PSSI kita yang merupakan narapidana kasus korupsi. Pantaskah seorang pemimpin merupakan narapidana yang melakukan tindak kriminal? Apa kata bangsa-bangsa lain mengenai dunia persepakbolaan kita? Selain itu, susunan manajemen yang tidak pernah ada regenerasi di dalamnya alias pengisinya adalah orang-orang tua yang sudah berpuluh-puluh tahun menjabat pada posisi yang sama. Orang-orang tua kolot yang sudah terbukti tidak dapat membuat peningkatan pada dunia persepakbolaan kita seperti Nugraha Besoes, Andi Djarot, dll sudah selayaknya diganti. Sudah jelas-jelas mereka tidak membawa kemajuan bagi dunia persepakbolaan kita, kenapa masih saja tidak mau diganti dan diadakan regenerasi? Dengan alasan harus diisi oleh orang-orang yang berpengalaman mereka berkilah. Pengalaman apa? Pengalaman menghancurkan dunia persepakbolaan kita? Kita lihat negara-negara tetanga kita seperti Malasyia dan Vietnam yang dulu ketika berhadapan dengan Indonesia, skor yang terpampang pasti di atas 3-0 untuk keunggulan Indonesia. Namun kenyataannya sekarang? Kita yang dibantai oleh negara-negara tersebut. Saya jamin, selama orang-orang lama itu terus menjabat dan selama ketua PSSInya seorang napi, maka dunia persepakbolaan kita mustahil akan maju.

Kebobrokan yang selanjutnya adalah nasib para pemain yang sangat minim perhatian. Kita lihat saja bagaimana upah para pemain kita yang tidak berlabel bintang. Inilah salah satu kejadian yang tidak mengenakan bagi para pemain kita. Pemain yang semakin terkenal, populer, dan berlabel bintang semakin mendapatkan upah yang sangat besar, namun bagi pemain-pemain yang biasa-biasa saja, gajinya nyaris sama sekali tidak diperhatikan dan jumlahnya sangat minim. Belum lagi nasib para pemain yang sudah uzur dan yang sudah pensiun. Hidup tekatung-katung dan tak tahu bagaimana harus mencari secercah nafkah untuk hidup sudah menjadi kehidupan rutin bagi para pensiunan sepakbola yang tidak memiliki prestasi lebih. Dengan kenyataan tersebut, maka sudah tidak asing jika banyak orang tua-orang tua banyak yang melarang anaknya untuk terjun di dunia pesekbolaan, dan melarang anaknya untuk menjadi atlet sepakbola karena hidupnya yang sangat tidak terjamin. Imbasnya, bakat-bakat muda kita lenyap begitu saja tanpa adanya pembenahan dari pemerintah dan institusi-institusi terkait.

Kebobrokan selanjutnya adalah regenerasi yang mandek. Jika ditanya soal bakat, pemain Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki pemain-pemain muda bertalenta tinggi, alias kaya akan bakat sepakbola. Tetapi mengapa timnas senior kita selalu gagal dan seret prestasi? Coba kita tengok pentas dunia dibawah usia 17 tahun. Indonesia adalah juara Danone Cup U-13 dua tahun berturut-turut. Lalu kompetisi-kompetisi muda lain, dapat dipastikan bintang masa depan kita mampu unjuk gigi. Tapi yang menjadi satu pertanyaan besar, mengapa hal tersebut tidak dapatditularkan ke timnas senior? Pemain-pemai yang menjadi tulang punggung kita di kompetisi muda, nyaris tidak terlihat akibat regenerasi yang sangat buruk. Kita lihat saja bagaimana pemain seberbakat Alan Martha hanya menjadi penonton saat timnas kita bertanding di kancah internasional. Jujur saya sangat bingung, mengapa regenerasi dalam tubuh timnas tidak dapat berjalan? Tim U-23 yang sudah jauh-jauh disekolahkan di Uruguay, ternyata tidak di follow up dan hanya menjadi hal yang sia-sia dan membuang-buang duit saja. Sekali lagi, bobroknya bangsa kita bukan disebabkan oleh tidak adanya baka sepakbola dari negeri kita, tapi karena ulah pemerintah yang mematikan bakat itu sendiri dan tidak memfasilitasi setiap bakat-bakat yang ada, dan tentunya karena regenerasi yang sangat buruk.

Pertanyaannya sekarang, akankah nasib dunia persepakbolaan kita akan terus seperti ini? Mungkinkah perubahan itu hanya sebatas mimpi belaka? Mungkinkah dunia persepakbolaan kita tidak akan menyicipi nikmatnya kompetisi piala dunia? Tunggu dulu rekan-rekan, ternyata dibalik segala kebobrokan itu terdapat secercah harapan besar yang bisa membuat kita optimis. Apalagi kalau bukan kualitas para pemain muda kita yang ternyata sudah tersebar di seluruh penjuru dunia! Wow! Seperti yang sudah saya katakan di awal, bakat anak-anak negeri di bidang persepakbolaan nyaris tiada henti-hentinya, bahkan hingga saat ini bakat-bakat tersebut telah terasah di level dunia. Diantara bakat-bakat tersebut, ada beberpa nama seperti Hanif sjahbandi, Irfan Bachdim, Tri Windu Anggono, dan Radja Nainggolan. Mungkin ini adalah satu-saunya hal yang mampu membuat kita tetap optimis akan nasib dunia persepakbolaan kita ke depan.

Hanif Sjahbandi, lahir 7 April 1997, merupakan pemain timnas U-13 Indonesia yang telah bergabung bersama akademi sepakbola Manchester United (MU)! Saya sama sekali tidak menyangka bahwa ada pemain Indonesia yang merupakan pemain MU! Subhanallah. Dan yang lebih hebat lagi, Hanif merupakan salah satu siswa terbaik di akademi tersebut yang terdiri dari siswa-siswa yang berasal dari seluruh dunia. Di sana Hanif juga ikut berkompetisi dalam arena World Skills Final dan berhasil menjadi pemain terbaik dari kompetisi tersebut! Sungguh, anak inilah yang membuat tawa saya terbuka lebar dan memberikan harapan baru bagi dunia persepabolaan kita.



Kedua adalah Irfan Bachdim. Irfan Bachdim lahir di Amsterdam, Belanda pada tanggal 11 Agustus 1988. Sejak kecil, Irfan sudah terbiasa dengan atmosfer persepakbolaan Belanda dan menjadikan skillnya jauh di atas rata-rata pemain Indonesia kebanyakan. Dan sejarah klub yang pernah dibelanya pun tidak main-main, yaitu Ajax Amsterdam, SV Argon, FC Utrecht, dan HFC Haarlem! Ini membuat tawa saya semakin terbuka lebar, dan saya semakin optimis akan dunia persepakbolaan kita. Kini Irfan bermain di salah satu klub ibu kota yaitu Persija. Semoga saja skillnya akan terus terjaga dengan dia bermain di kompetisi lokal.

Selanjutnya adalah Tri Windu Anggono yang terpilih menjadi pemain terbaik pada Quinta Division 2009 lalu. Penghargaan diberikan oleh Asosiasi Sepakbola Uruguay (AUF). Demikian disampaikan oleh manajer Tim Sportiva Anonima Deportivo (SAD), Demmis Djamaoedin lewat emailnya kepada wartawan, Rabu, 3 Febuari 2010. "Sayang, Tri Windu tidak dapat hadir dalam acara pemberian penghargaan," kata Demis. Sementara itu, rombongan timnas U-19 sedang dalam perjalanan menuju Uruguay. Sebanyak 26 pemain rencananya akan mengasah skill di negara Amerika Latin itu hingga Desember 2010 mendatang. Tri Windu masih masuk dalam rombongan. Tri Windu merupakan pemain asal Jawa Timur. Dia lahir 28 Agustus 1992 dengan tinggi badan 169 cm dan berat 73 kg. Kabar tak terduga ini tak pelak membuat Tri Windu sangat gembira. Keceriaan juga dirasakan para pemain lainnya sehingga rasa capek terbang lebih dari sepuluh jam yang telah dijalani, mendadak hilang. Ucapan selamat pun diberikan kepada kipper yang tampil gemilang saat Indonesia menahan imbang Australia di AFC U-19 Championship 2010, tahun lalu. Sayangnya, Windu, yang akrab disapa Omen ini tak bisa menghadiri acara penyerahan penghargaan prestisius tersebut. Dan ini menjadikan lini belakang masa depan kita semakin cerah.

Terakhir adalah Radja Nainggolan. Pemain berdarah Indonesia ini saat ini bermain di Cagliari dengan status pinjaman dari Piancenza. Radja memang sempat menjadi buah bibir di Liga Italia saat dikabarkan akan diboyong oleh AS Roma. Namun Cagliari rupanya yang mendapatkan gelandang berusia 21 tahun ini dalam bagian pertukaran dengan Mikhail Sivakov. Cagliari telah resmi meminjamnya hingga akhir musim namun punya opsi untuk mempermanenkan kontraknya. Radja pun mengaku senang dengan kesepakatan ini dan berharap bisa bermain baik di klub Seri A ini. "Saya datang ke Cagliari dengan rasa antusias. Target saya ada bertumbuh dan berkembang di Seri A," ungkap Radja Nainggolan yang lahir di Antwerp, Belgia seperti dilansir Goal. "Saya dapat bermain di segala posisi di lapangan tengah. Saya merasa lebih baik di sisi kiri, tapi saya berharap bisa mendapatkan tempat di dalam tim ini," harapnya . Ayahnya, Marianus, adalah pria berdarah Batak yang menjadi pengusaha di Bali dan ibunya, Lizi Bogaerd berkewanegaraan Belgia. Meski berdarah Indonesia, Radja saat ini tercatat sebagai anggota timnas Belgia U-21. Radja ditarik dari klub Belgia, Germinal Beeschot ke Piacenza, Italia pada 2005. Di klub Serie B ini, karir Radja mulai bersinar. Ia pun sempat menjadi incaran Fiorentina dan AS Roma sebelum akhirnya bergabung dengan Cagliari.

Hmm, coba kita berpikir sejenak, dan kita bayangkan sejenak bagaimana nasib persepakbolaan kita di masa yang akan datang? Tentu akan ada senyum bukan di raut wajah kita. Semoga impian kita semua ini akan terwujud dan benar-benar menjadi kenyataan, amin. Bangkit Indonesia, aku akan terus BANGGA INDONESIA sampai kapanpun! ^_^

1 comment:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More