Ketika kita mendengar kata pemuda, maka yang terpikir di benak kita adalah seseorang yang berumur 15 – 35 tahun, dalam masa peralihan anak-anak menjadi dewasa, penuh semangat, berapi-api, dan pantang menyerah. Pada masa ini, adalah hal yang sangat wajar bila pemuda memiliki sifat pemberontak, penuh inisiatif, dan tak mau kalah karena memang pada masa ini pemuda cenderung memiliki emosi yang labil dan sedang dalam masa pencarian jati diri. Terlepas dari baik buruk definisi remaja, sadarkah kita bahwa peran remaja dalam kehidupan tidak sesederhana yang kita bayangkan? Bahkan Bung Karno pun pernah bilang, “Berikan saya sepuluh pemuda, maka saya akan mengubah dunia!”
Melihat sejarah kemerdekaan bangsa ini, jelas tidak dapat dipungkiri bahwa peran remaja sangat kental di dalamnya. Teriakan-teriakan lantang para pemuda yang bernada “Merdeka” terus terucap tiap jam, menit, bahkan detik kala itu. Saat terjadi vacuum of the power (kekosongan kekuasaan), pemuda pun berinisiatif membentuk gerakan “bawah tanah” yang dipimpin Chairul Saleh dan Sukarni untuk menculik Bung Karno dan Bung Hatta, mendesak mereka agar cepat memerdekakan bangsa ini. Banyak kalangan berpendapat, jikalau pemuda tidak melakukan hal ini pada saat itu, Indonesia masih akan sangat lama mendapatkan kemerdekaannya.
Menengok sedikit ke belakang tentang sejarah Indonesia yang lain, peran pemuda pun tak pernah lepas sedikitpun di dalamnya. Pada tahun 1908, para pemuda membentuk sebuah organisasi yang kita kenal bernama Budi Utomo yang kala itu sangat berperan besar dalam mengubah bentuk perjuangan kita, yang tadinya masih dalam bentuk kedaerahan, seperti Jong Java, menjadi bersatu padu satu sama lain di seluruh Indonesia. Tahun 1928, kita juga mengenal peristiwa Sumpah Pemuda yang lagi-lagi dirintis oleh para pemuda. Tak usah kita tanya apa peran sumpah pemuda, karena memang sangat banyak peran yang dihasilkan. Lalu sebuah peristiwa besar yang terjadi pada tahun 1998, yang ditandai dengan lengsernya rezim orde baru yang berubah menjadi reformasi. Dan masih banyak lagi sejarah-sejarah lain yang tak lepas dari campur tangan para pemuda.
Namun bagaimanakah realitas para pemuda saat ini? Sungguh miris memang melihat di satu sisi banyak pemuda yang berprestasi mengharumkan nama bangsa, sementara di sisi lain banyak pemuda hidup berfoya-foya, nongkrong sana nongkrong sini, yang hanya memikirkan kesenangan sendiri. Sudah sepatutnya kita sebagai pemuda bersatu antar sesama, tidak mudah terpecah belah, menyamakan tujuan, visi, dan misi demi majunya bangsa kita yang sangat kaya raya ini. Serangan globalisasi semakin nyata terlihat, apa jadinya kita para pemuda yang notabene merupakan agen perubahan jika tidak bersatu satu sama lain? Mungkin bentuk perjuangan kita saat ini tidak seperti para pemuda zaman dahulu dengan mengangkat senjata, bergeriliya, dan berunding sana-sini, namun masih banyak bentuk perjuangan lain yang dapat kita lakukan untuk memaknai kemerdekaan dan menunjukkan nasionalisme kita. Menggunakan produk dalam negeri, berkarya dan berprestasi sesuai bidang masing-masing, dan tentunya bersatu satu sama lain dan jangan mudah terpecah belah. Kumpulan lidi (sapu lidi) akan jauh lebih kuat memukul sesuatu dibanding dengan hanya sebatang lidi.
Melihat sejarah kemerdekaan bangsa ini, jelas tidak dapat dipungkiri bahwa peran remaja sangat kental di dalamnya. Teriakan-teriakan lantang para pemuda yang bernada “Merdeka” terus terucap tiap jam, menit, bahkan detik kala itu. Saat terjadi vacuum of the power (kekosongan kekuasaan), pemuda pun berinisiatif membentuk gerakan “bawah tanah” yang dipimpin Chairul Saleh dan Sukarni untuk menculik Bung Karno dan Bung Hatta, mendesak mereka agar cepat memerdekakan bangsa ini. Banyak kalangan berpendapat, jikalau pemuda tidak melakukan hal ini pada saat itu, Indonesia masih akan sangat lama mendapatkan kemerdekaannya.
Menengok sedikit ke belakang tentang sejarah Indonesia yang lain, peran pemuda pun tak pernah lepas sedikitpun di dalamnya. Pada tahun 1908, para pemuda membentuk sebuah organisasi yang kita kenal bernama Budi Utomo yang kala itu sangat berperan besar dalam mengubah bentuk perjuangan kita, yang tadinya masih dalam bentuk kedaerahan, seperti Jong Java, menjadi bersatu padu satu sama lain di seluruh Indonesia. Tahun 1928, kita juga mengenal peristiwa Sumpah Pemuda yang lagi-lagi dirintis oleh para pemuda. Tak usah kita tanya apa peran sumpah pemuda, karena memang sangat banyak peran yang dihasilkan. Lalu sebuah peristiwa besar yang terjadi pada tahun 1998, yang ditandai dengan lengsernya rezim orde baru yang berubah menjadi reformasi. Dan masih banyak lagi sejarah-sejarah lain yang tak lepas dari campur tangan para pemuda.
Namun bagaimanakah realitas para pemuda saat ini? Sungguh miris memang melihat di satu sisi banyak pemuda yang berprestasi mengharumkan nama bangsa, sementara di sisi lain banyak pemuda hidup berfoya-foya, nongkrong sana nongkrong sini, yang hanya memikirkan kesenangan sendiri. Sudah sepatutnya kita sebagai pemuda bersatu antar sesama, tidak mudah terpecah belah, menyamakan tujuan, visi, dan misi demi majunya bangsa kita yang sangat kaya raya ini. Serangan globalisasi semakin nyata terlihat, apa jadinya kita para pemuda yang notabene merupakan agen perubahan jika tidak bersatu satu sama lain? Mungkin bentuk perjuangan kita saat ini tidak seperti para pemuda zaman dahulu dengan mengangkat senjata, bergeriliya, dan berunding sana-sini, namun masih banyak bentuk perjuangan lain yang dapat kita lakukan untuk memaknai kemerdekaan dan menunjukkan nasionalisme kita. Menggunakan produk dalam negeri, berkarya dan berprestasi sesuai bidang masing-masing, dan tentunya bersatu satu sama lain dan jangan mudah terpecah belah. Kumpulan lidi (sapu lidi) akan jauh lebih kuat memukul sesuatu dibanding dengan hanya sebatang lidi.
Ingat wahai saudaraku, kemajuan bangsa ada di tangan kita para pemuda.
0 comment:
Posting Komentar